Tuesday, May 18, 2010
Ujung Kulon: Sebuah Catatan Perjalanan 13 Mei 2010
Minggu lalu, saya dan suami melakukan perjalanan ke Ujung Kulon, Jawa Barat.
Perjalanan yang sebenernya sudah lama ingin saya lakukan, tapi belum terealisasikan sampai dengan minggu lalu.
Di jaman sekarang, di mana kebanyakan orang lebih memilih liburan yang mengutamakan kenyamanan daripada petualangan membuat saya agak sulit menemukan partner untuk pergi ke Ujung Kulon. Sejak menikah saya pun sudah mengutarakan keinginan saya untuk pergi ke Ujung Kulon ke suami, tapi karena satu dan lain hal rencana tersebut tetap mengendap di dasar hati tanpa ada kesempatan untuk mewujudkan nya. Sampai akhirnya minggu lalu, keinginan saya yang sudah lama terpendam pun menjadi kenyataan.
Hari Kamis tanggal 13 Mei 2010 dini hari.
Begitu bangun dan berdoa, kami pun bergegas mandi dan bersiap mengemas seluruh bawaaan yang sudah kami persiapkan dari semalam. Dari mulai baju renang, snorkel, sun block, charger kamera, baju ganti, p3k, obat2an, dsb. Selesai memasukkan seluruh barang bawaan ke mobil yang hanya terdiri dari 2 ransel + 1 tas snorkel set. Kami pun melewati dini hari dengan sarapan dan berbincang2 dengan orang tua saya mengenai rencana perjalanan yang akan kami lakukan.
Di tutup dengan berdoa bersama untuk perjalanan ini agar berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala gangguan dan mara bahaya. Orang tua saya pun melepas kepergian kami tepat jam 6.30 pagi (Mundur 30 menit dari waktu yang sudah saya jadwalkan.)
Lansung menuju pompa bensin untuk mengisi penuh tangki bensin mobil kami.
Berhenti di Alfa Midi, untuk membeli persediaan air mineral, mie instan, pocari, dan cemilan ringan. Selesai berbelanja dan ambil uang di atm, kami pun berangkat menuju tol Merak.
Sebelum masuk tol, kami memutuskan untuk berhenti kembali di Mac D, Alam Sutra untuk membeli sarapan yang lebih berat berhubung kami akan melakukan perjalanan yang cukup panjang. Begitu urusan kampung tengah (baca: perut) beres, kami pun segera menuju Tol Merak. Ketika memasuki gerbang tol saya pun melirik jam yang ada di hadapan saya, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 8 lewat sekian menit.
Perjalanan di sepanjang jalan tol Merak pun lancar, relatif sepi bahkan.
Setelah berhenti sebentar di tempat peristirahatan untuk ke kamar mandi, perjalanan kembali kami lanjutkan. Setelah sempat kebablasan dan muter kembali, akhirnya kami pun keluar di Serang Barat menuju Pandeglang. Berhubung mobil kami tidak dilengkapi oleh GPS, jadilah kami mencari arah Pandeglang secara manual. Alias bertanya kiri kanan, supaya jangan sampai kebablasan lagi. Hehehe:p
Berhubung petunjuk jalan juga sangat jarang dan nyaris tidak terlihat karena ketutupan pohon2. *sighs*
Rute kami pagi itu adalah: Tol Merak --> Keluar di Serang Timur atau Barat (dua-dua nya bisa.) --> Pandeglang --> Labuan --> Tarogong --> Tanjung Lesung --> Cigeulis --> Cibaliung --> Sumur --> Taman Jaya.
Sampai dengan Pandeglang, jalanan bisa dibilang cukup mulus. Begitu memasuki Labuan, hmm..berasa kaya naik kuda lah.., karena jalanan yang bolong di sana sini, dan berkelok2.
Di sepanjang Tarogong dan Tanjung Lesung, jalanan kembali membaik dan lurus2 aja.
Begitu memasuki Cigeulis, Cibaliung, dan Sumur jalanan kembali berkelok2, naik turun, dan berlubang2 dengan tikungan2 yang berbahaya. Lumayan terpental2 bagai bola bekel.
Dari Sumur menuju Taman Jaya, barulah off road yang sebenarnya di mulai. Kalau tadi di Labuan saya bilang berasa naik kuda, nah kalau di sini berasa naik rodeo ngamuk.
Jalanan udah ga berupa aspal yang berlubang2 lagi, tapi hanya tanah dan batu2 kali segede2 gaban dan lubang2 yang luar biasa dasyat nya. Sangat tidak disarankan untuk mobil jenis sedan krn pasti akan mentok kena mesin. Begitu juga untuk mobil2 yang ban nya udah tipis, karena bisa dipastikan ban anda akan bocor di tempat. Makanya di sepanjang daerah Sumur - Taman Jaya, banyak tersedia kios tambal ban dan bensin literan. Sekedar untuk informasi, pom bensin terakhir berada di Labuan. Sebenarnya di jalan menuju Tanjung Lesung juga ada, tapi saat itu tidak beroperasi entah kenapa.
Cuaca siang itu yang gelap karena hujan deras pun seringkali membuat mobil kami terjeblos keras dalam jebakan2 batman yang tidak bersahabat. Karena pandangan yang buram, dan lubang2 yang tertutup oleh genangan2 air.
Belum lagi dari tikungan2 yang berbahaya muncul elf atau truk dengan kecepatan tinggi yang cukup bikin sport jantung karena nyaris mencium mobil kami.
Perjalanan dari mulai kami memasuki tol Merak sampai dengan kami tiba di Sumur, kurang lebih memakan waktu 5 jam. Itu sudah termasuk kebablasan, berhenti kiri kanan untuk bertanya, dan berhenti 2 kali untuk ke kamar mandi.
Ketika tiba di Sumur, kami sempat salah jalan ke daerah dermaga pulau Umang (berhubung ga ada papan petunjuk jalan) dan saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang.
Perjalanan dari Sumur ke Taman Jaya, yang kami pikir sudah dekat (karena menurut informasi Pak Komar dari penginapan Sunda Jaya jarak dari Sumur ke Taman Jaya lebih kurang sekitar 16km.), ternyata memakan waktu 3 jam lebih! Karena kondisi jalanan tanah yang sangat hancur, di tambah lagi hujan membuat mobil terpaksa merayap dengan jarum kecepatan yang tidak melebihi angka 10. Bisa aja sebenernya kalau mau di paksa lebih dari 10, tapi resikonya as mobil patah, dan badan remuk redam karena terbanting kiri kanan, depan belakang. Xixixi:p Terlepas dari jalanan yang rusak berat dan sinyal Telkomsel yang on and off, on and off terus itu, kami sangat menikmati keindahan alam di Ujung Kulon. Di sepanjang kiri jalan dari Sumur menuju Taman Jaya, mata kami di hibur oleh keindahan Gunung Honje yang di selimuti kabut sore itu, sawah2 hijau yang membentang luas di kaki gunung Honje, muara sungai kecil yang airnya jernih, rumah2 penduduk yang begitu bersahaja menyatu dengan alam, di sepanjang kanan jalan membentang Selat Sunda yang sore itu terlihat begitu abu2 karena cuaca yang buruk.
Akhirnya dari jadwal yang semula saya perkirakan kami akan tiba di Taman Jaya sekitar pukul 1 siang, kami pun baru tiba di depan Sunda Jaya (penginapan milik pak Komar, pemilik perahu nelayan yang kami sewa.) pukul 4 lewat. Jam makan siang sudah lama berlalu. Untung saja tadi pagi kami memutuskan untuk makan Mac D, sehingga kami bisa bertahan sekian lama. Begitu ketemu pak Komar, kami pun di suguhi minuman hangat dan makanan ringan yang terasa sangat nikmat setelah perjalanan darat yang sangat luar biasa itu...
Setelah beristirahat sejenak serta berbincang2 dengan pak Komar di bale samping penginapan nya, kami pun menyantap pop mie sebagai makan siang kami yang sangat terlambat. Entah kenapa siang itu saya memang tidak terlalu merasa lapar, mungkin karena perutnya udah kenyang duluan sehabis di kocok2 di sepanjang perjalanan. :)
Sambil menunggu kapal nelayan yang akan mengantar kami ke Pulau Peucang siap, kami melanjutkan obrolan hangat di sore hari yang gerimis dengan pak Komar. Beliau adalah veteran WWF yang kemudian memutuskan untuk berhenti dan melakukan usaha penginapan sambil berusaha memajukan kehidupan masyarakat di desa nya. Banyak sisi kepahitan dari kehidupan penduduk setempat yang kami dengar, membuat hati ini nyut2an dihadapkan dengan kebesaran hati masyarakat yang termaginalkan. Namun tak sedikit kisah mengenai perjuangan yang membuat hati mengharu biru karena salut dan bangga akan kearifan penduduk setempat yang bersahaja namun teguh berdedikasi bagi tanah kelahiran yang di cintai dan di banggakan termasuk mendiang ayahnya pak Komar yang pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru dari mantan presiden Soeharto, atas pengabdian dan dedikasi beliau kepada Taman Nasional Ujung Kulon.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, sang nahkoda kapal, abk dan pemandu lokal kami pun sudah siap berangkat. Kami pun menyiapkan barang2 yang akan di bawa, memitipkan mobil ke pak tua yang ada di Sunda Jaya. Berpamitan pada pak Komar, berterima kasih atas suguhan minuman dan makanan yang diberikan, juga kesediaan beliau untuk berbagi kisah dan pengalaman hidup nya bersama kami. Untuk inspirasi yang diberikan bagi kami (yang merasa diri sebagai orang kota), tapi cara pikir dan kedewasaan dalam memandang kehidupan ini jauh tertinggal di bandingkan mereka yang termarjinalkan.
Menyusuri perkampungan penduduk Taman Jaya menuju ke dermaga bersama rombongan kapal, kami pun di sambut oleh senyum ramah orang2 tua yang sedang bersantai di depan rumah mereka, diikuti juga oleh hiruk pikuk kelompok anak2 kecil yang berteriak2 ada bule, ada bule, ada bule... (??)
Kami pun tiba di dermaga, turun memasuki kapal dan segera berlayar menuju lautan lepas menuju pulau Peucang.
Kapal yang kami gunakan adalah jenis slow boat berbahan bakar solar. Kapal nelayan.
Tak heran begitu kami menjejakkan kaki di atas kapal ini, bau ikan langsung menyengat hidung. Mau pake parfum sebotol juga ga akan bisa ngalahin baunya yang super duper kuat itu. Jadi ya dinikmati aja pengalaman kaya begini... :)
Beruntung banget bisa mengalami perjalanan seperti ini, karena membuat kami bisa lebih bersyukur atas berbagai kemudahan yang selama ini kami dapatkan.
Kebayang kan gimana nasib nelayan2 itu yang tiap hari harus berjibaku dengan bau kaya begini..? Sementara kita biasanya nyium bau ikan di pasar aja udah mengerenyitkan muka. Beli ikan cuma di tunjuk2 aja karna males megang, sambil nawar abis2an. :))
Berhubung perjalanan laut menuju pulau Peucang memakan waktu sekitar 3 jam, jadi kami berusaha membuat diri senyaman mungkin di atas bangku kayu yang panjangnya ga lebih dari 1 setengah meter x lebar yang ga sampai 50 cm, dengan getaran mesin kapal yang saking kencengnya berasa kaya pakai vibrator ukuran XXXL. Hahaha:D Melepaskan pandangan mata sejauh mungkin, menikmati gumpalan awan2 senja yang terasa begitu dekat, membayangkan sebuah negeri di balik awan yang penuh dengan kedamaian, mengagumi keindahan sunset yang terbiaskan oleh awan mendung, merasakan belaian angin laut, memasrahkan diri pada kegelapan yang mulai memeluk alam, mencari Venus di langit yang bertabur bintang, berteman dengan ombak yang mulai meninggi menghantam kapal, membiarkan hujan memerciki wajah dan tubuh kami, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Sang empunya jagat raya ini, tertegun akan kesadaran diri betapa kecil dan tidak berdaya nya manusia di tengah alam semesta ini...
Di temani oleh sinar temaram dari lampu petromak (satu2nya penerangan di kapal nelayan kami), sambil sesekali di basahi oleh ombak yang menghantam buritan kapal, hati ini melayang..., di goyang oleh arus yang begitu kuat...membuat jiwa ini terangkat dan terhempas dalam diam, menyatu dengan heningnya malam berharap badai ini akan segera berlalu. Pengalaman yang sungguh tidak akan pernah terlupakan, melintasi Tanjung Alang2 dalam kegelapan di waktu badai akan membuat hati manusia yang paling sombong pun akan menciut dan tersungkur di hadapan Nya.
Tak terasa, kami pun tiba di pulau Peucang.
Abk menurunkan jangkar, dan kapal yang kami tumpangi pun merapat ke dermaga.
Begitu menjejakkan kaki di dermaga, dan melihat sekeliling perairan di pulau Peucang, mulut ini ga berhenti2 nya berdecak kagum, memekikkan kehisteriaan meilhat keindahan air laut di sekitar pulau Peucang. Begitu jernih dengan gradasi warna dari bening, turquoise, biru muda seakan menyala di bawah sinar rembulan dan bintang malam itu.
Pemandu lokal kami pun mengantar kami ke pondok administrasi penginapan Flora dan Fauna. Kami menyewa 1 kamar non AC di penginapan Fauna (yang bisa buat bertiga atau berempat sebenarnya..) dengan harga 250 ribu rupiah / malam.
Berhubung saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, kami pun menyuruh pemandu lokal kami untuk beristirahat bersama nahkoda dan abk di kapal, karena kami hanya akan berkeliling menyusuri pantai malam itu. Sekedar informasi, setiap tamu yang datang ke Ujung Kulon baik rombongan ataupun sendiri harus di dampingi oleh pemandu lokal supaya tidak tersesat.
Usai meletakkan barang2 di kamar, kami pun segera keluar menyusuri pantai menikmati suasana pulau Peucang di waktu malam. Sungguh indah. Begitu kontras dengan badai yang baru saja kami alami, suasana di pulau Peucang begitu tenang...
Lelah berjalan2, kami pun menghabiskan malam dengan duduk di teras penginapan sambil memandangi binatang2 yang mulai bermunculan. Rusa, monyet dan babi hutan malam itu turut menemani kami menikmati udara malam yang begitu sejuk di pulau Peucang.
Sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di dalam kamar, menghangatkan diri dengan secangkir teh dan kopi. Malam itu kembali saya tidak merasa lapar, jadi hanya menemani suami yang kembali menyeduh pop mie untuk makan malam. Usai suami makan malam, kami pun bersih2, berdoa, dan bersiap tidur karena besok akan bangun subuh untuk melihat matahari terbit.
Notes: Peta Ujung Kulon di atas saya ambil dari informasi departemen kehutanan mengenai Taman Nasional Ujung Kulon.
*BERSAMBUNG*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment