Tuesday, May 18, 2010

Ujung Kulon: Sebuah Catatan Perjalanan 14 Mei 2010

Hari Jumat tanggal 14 Mei 2010 dini hari.
Terbangun tepat pukul 5, bersamaan dengan bunyi alarm Blackberry saya yang menyala.
Segera saya matikan, sebelum tetangga sebelah kamar pun ikut terbangun.
Memberi waktu beberapa menit kepada nyawa saya untuk kembali menyatu dengan raga ini, sebelum membangunkan suami.
Begitu suami saya terbangun, kami pun berdoa mengucap syukur atas hari yang baru dan seluruh berkat dan penyertaan Nya sepanjang perjalanan kemarin.
Usai berdoa, suami saya pun keluar mengambil air panas untuk membuat teh dan kopi.
Sementara saya pun bersiap, mengambil jacket yang tadi malem saya jemur karena basah.
Begitu menghabiskan minuman, kami pun segera keluar menuju ke dermaga.



Suasana pulau Peucang dini hari itu begitu sepi dan sunyi, hanya terdengar suara binatang2 dari dalam hutan dan suara babi hutan dari arah bawah rumah panggung (penginapan kami).
Setelah melintasi pos penjaga, dan mengucapkan selamat pagi pada petugas yang berjaga.
Kami pun langsung menuju dermaga, suasana di dermaga subuh itu luaaaaaar biasaaaaaaa indahnyaaaaaa. Semuanya berwarna biru, baik langit maupun laut. Dari mulai biru tua yang terus bergradasi menjadi biru muda seiring pagi menjelang.
Rombongan school fish yang luar biasa banyak terlihat jelas bermain-main riang bak anak-anak sekolah di bawah permukaan air yang begitu jernih dan tenang. Sambil sesekali melompat tinggi ke atas permukaan laut, mengusik keheningan pagi dengan gemericik air yang begitu indah.

Hati ini tiada henti2 nya memuji keindahan ciptaan Nya.
Begitu terkesima dengan lukisan alam yang membentang di depan mata...
Saya pun kehilangan kata2 untuk melukiskan betapa indahnya dini hari itu di pulau Peucang. Saya jadi tidak bisa membayangkan seperti apa indah nya nirwana...

Salah satu yang menjadi cita-cita saya sejak saya punya keinginan untuk pergi ke Ujung Kulon adalah menyaksikan matahari terbit dari pulau Peucang.
Dari beberapa informasi yang saya dapat mengenai Ujung Kulon, sunrise di pulau Peucang sangat indah. Dan saya pun dengan sabar menanti kehadiran MATAHARI ku.
Sambil terus berdoa supaya Tuhan bermurah hati memberikan cuaca yang cerah pagi itu supaya saya bisa melihat matahari ku keluar dari peraduan nya.
Mengingat beberapa hari terakhir cuaca di sini sedang tidak bersahabat karena pergantian musim Barat menjadi musim Selatan.

Kami pun beranjak meninggalkan dermaga, menyusuri pantai yang saat itu tertutup oleh air laut yang sedang pasang. Tanpa mempedulikan celana dan baju akan basah, kami pun masuk ke dalam air, menuju sisi Timur pulau Peucang menyongsong matahari terbangun dari tidur nya. Tuhan pun menjawab doa kami.


* The most beautiful sunrise that I've ever seen... *

Saya pun menyapa riang matahari ku, yang begitu indah pagi itu.
Mendekap nya erat dalam hati, terasa hangat sehangat sinarnya yang mulai memantul berkilauan di atas permukaan laut.
Selesai mengabadikan saat2 yang sangat indah itu, awan mendung pun berarak menutupi sang mentari... Praise the Lord.
Karena kemurahan hati Nya semata lah, kami dapat menyaksikan indahnya matahari terbit pagi itu. Karena tidak sampai 5 menit dari kami selesai foto2, sang mentari pun menghilang di balik awan, hujan pun turun membasahi bumi.
Bahagia rasanya hati ini.., karena matahari ku sudah ku dekap erat dalam hati.
Hati riang meskipun harus hujan-hujanan berjalan kembali menuju ke penginapan. :)

Sampai di penginapan, kami pun mengeringkan diri dan berganti baju.
Menyeruput minuman panas kami sedikit demi sedikit sambil duduk2 di teras depan penginapan sambil menikmati hujan ditemani biskuit keju, memandang lepas ke hutan belantara, tersenyum memperhatikan tingkah binatang2 yang kesenangan bermain air hujan di padang depan penginapan kami. Kesederhanaan yang terasa begitu mewah.
Ketika kami sedang mengambil foto serombongan monyet2 yang baru keluar dari hutan, tiba2 kami di beritahu oleh tamu penginapan yang lain, bahwa biskuit kami di ambil sama seekor monyet nakal yang langsung lari membawa biskuit kami ke tengah padang dan sibuk memakan nya sendiri. Temen2 nya minta ga di kasih. Dasar monyet pelit. Hahahaha:D

Sambil melihat cemilan kami satu2 nya di santap oleh monyet nakal itu, kami pun kembali memohon kepada Tuhan supaya hujan nya segera berhenti. (Kata Tuhan, nih orang kok banyak request yaa..? Xixixixi:p)
Lagi2 doa kami di kabulkan, setengah jam kemudian hujan pun berhenti dan langit pun mulai cerah kembali. Langsung kembali ke kamar, pakai baju renang dan ambil perlengkapan snorkel. Dan segera berjalan menuju ke pantai. Rencana nya pagi itu kami akan snorkeling di spot2 terdekat dengan pulau Peucang yaitu Cikembang dan Cikuya yang terkenal dengan hamparan koral yang luas dan berbagai macam jenis ikan.
Namun sayang berdasarkan informasi yang kami dapat dari pemandu lokal, tidak memungkinkan untuk snorkeling pagi itu di spot2 tersebut dikarenakan hari sebelumnya hujan turun terus dengan derasnya, maka visibility bawah laut tidak terlalu jernih. Di tambah arus yang muncul akibat pergantian musim. Akhirnya kita pun memutuskan untuk snorkeling di sekitar pulau Peucang saja, karena perairan nya yang tenang. Di perairan yang dalam, kita pun dapat menikmati gugusan karang dan kehidupan bawah laut yang indah. Ikan2 kecil berwarna warni berseliweran di antara koral2 yang indah. Saya pun melihat ikan badut di anemon laut. Dan berbagai jenis ikan yang saya juga ga familiar dengan bentuknya menari-nari di antara terumbu karang yang indah. Sayang kami ga punya under water camera, jadi hanya bisa menyimpan saat2 indah itu dalam memori kami. Menyenangkan sekaligus menenangkan.

Spot2 snorkeling andalan Ujung Kulon selain dua yang sudah saya sebutkan di atas juga ada di pulau Badul dan Citerjun. Namun di banding pulau Badul menurut pemandu lokal kami, terumbu karang di pulau Peucang jauh lebih indah. Ikan2 nya juga jauh lebih banyak.
Jenis ikan yang sering dijumpai baik di perairan laut ataupun sungai di Ujung Kulon diantaranya adalah ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit.

Setelah puas snorkeling dan berenang ditemani oleh rombongan school fish (Udah kaya di fish spa aja, cuma kali ini sebadan2.), kami pun segera kembali ke penginapan. Sampai di penginapan, di tanyain sama mbak penjaga penginapan udah sarapan atau belum..? Err, belum. Berhubung pop mie nya tinggal 2, jadi kami skip breakfast supaya bisa di makan buat makan siang. Rencana nya mau sarapan biskuit keju, eh ga tau ya di ambil sama si notty monkey. :)
Mbak nya mungkin ga tega ngeliat kami ga makan dari tadi malem (padahal emang ga laper juga sih..) jadi dia tawarin untuk masakin kami indomie goreng dengan bonus ikan kwe goreng hasil pancingan td pagi dan teh manis panas. Yippiiiiiiie, maaaaciiiiiiiw ya mbak. Mbak baik sekali deh. :))
Nikmat banget begitu abis mandi dan keramas (dalam kegelapan karena listrik sudah dimatikan..), langsung menyantap hidangan yang sudah di sediakan oleh mbak yang baik hati itu. Tentunya kami pun memberikan uang lelah, walaupun awalnya dia menolak untuk menerima karena katanya dia tulus kok, dia hanya kasian sama kami kelihatan nya kok ga pernah makan. Iiiiih makin terharu ga sih? :(

Selesai makan, kami langsung menyiapkan barang2 dengan bantuan sinar dari jendela dan pintu (Listrik di penginapan hanya dinyalakan dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi, itu pun dengan memakai genset jadi ya tetep remang2 disko gitu deh.), karena akan segera meneruskan perjalanan hari ini. Selesai packing, membereskan administrasi di kantor penginapan sekalian membayar biaya tiket masuk pulau Peucang, Cidaon, Tanjung Layar, dan biaya tambat perahu di pulau Peucang.
Pulau Peucang sendiri oleh Departemen Kehutanan dijadikan Pos petugas Taman
Nasional yang besar dan cukup lengkap selain di Desa Sumur, Desa Taman Jaya ,
Pulau Handeuleum dan Pos Tanjung Lame pintu gerbang Taman Nasional Ujung Kulon
yang terletak didekat rumah para nelayan terpencil, jadi kami bisa mengurus berbagai perijinan sekalian dari sini.

Begitu selesai dengan urusan administrasi, kami pun berpamitan kepada petugas pos dan langsung menuju kapal untuk segera berangkat ke Cibom, Tanjung Layar.
Kalau di pulau Peucang warna yang dominan adalah biru, di Cibom warna yang dominan adalah hijau. Dari mulai pepohonan, dan air laut semuanya begitu kontras berwarna hijau bagaikan emerald. Sungguh indah alam Ujung Kulon ini, bagai di nirwana...
Dari pulau Peucang menyeberang ke Cibom butuh waktu hanya sebentar, sekitar 20 menit.
Cibom ini terletak di ujung barat nya pulau Jawa.
Berhubung di Cibom ini tidak ada dermaga dan banyak karang di sekitar pesisir pantai, maka kapal harus berhenti di tengah laut (perairan yang dalam), dan kami harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kano yang super duper kecil dan sempit. Yang bisa terbalik kalo tidak seimbang berat antara depan dan belakang. Ngebayangin nya aja udah males..hehehe:p
Jadi sebelum masuk ke dalam kano itu, saya dan pemandu lokal nya harus janjian posisi dan bener2 menyeimbangkan beban kita di kano itu, sambil di tahan oleh abk supaya ga kebalik ketika belum seimbang. Dan setelah berada di dalam nya, bener2 deh rasanya nih jantung turun ke perut.
Bukan nya apa kalo laut nya seperti laut di pulau Peucang yang tenang dan tidak berombak sih ga papa, lah ini lautnya berombak dan arusnya cukup besar dan kuat. Bikin lemes ga sih. Hasilnya, basah kuyup lah secara air laut nya pun masuk ke dalam kano. Hahaha:D
Sebenarnya, untuk ke Cibom orang harus menyewa boat kecil seharga 250rb rupiah. Tapi berhubung petugas di pulau Peucang berbaik hati sama kami, jadi kami di bawakan kano sekalian untuk di pakai menyeberang. Gratis, ga perlu bayar. Bisa hemat 250rb deh. :)
Dan sekali lagi saya sangat bersyukur atas kebaikan hati orang2 yang kami temui, berkat mereka kami mendapatkan pengalaman yang menyenangkan sekaligus menegangkan dan benar2 tidak terlupakan.

Lega banget rasanya ketika akhirnya bisa keluar dari kano itu dan menjejakkan kaki di atas pasir dengan selamat. Hehehe:p Daaaan ketika saya berdiri ternyata ada ikan2 kecil di dalam kano itu yang mungkin terbawa oleh ombak yang masuk ke kano. Segera saya kembalikan ikan2 kecil itu ke laut. Poor little fish!
Setelah menarik kano ke dataran yang lebih tinggi, saya pun bergabung dengan suami yang sudah sampai terlebih dahulu (kloter 1).
Kami pun berjalan melintas sungai kecil, menuju pos penjaga Cibom.
Dari situ foto2 bentar, terus langsung deh memulai agenda treking kita menuju Tanjung Layar. Di papan petunjuk tulisan nya lebih kurang 1km, tapi menurut pemandu lokal kami dan petugas ya lebih ke 1,6km siiiiih kalau + naik ke mercu suar yaaa 4km berarti pulang pergi. Yeaaaaah, siapa takuuuuut? Mari bergerak...

Dan di mulailah perjalanan kami melintasi hutan lebat dengan menyusuri jalan setapak yang saat itu dalam keadaan becek berat dan pepohonan di kiri kanan nya pun sudah mendominasi jalan karena hujan yang turun terus menerus. Untungnya pemandu lokal kami memimpin jalan sambil mengibaskan parangnya ke sana kemari, untuk membuka kembali jalan setapak yang sudah mulai tertutup oleh dahan2 pohon. Seru banget! Dari mulai terjeblos ke dalam lumpur, di belai lembut oleh dedaunan, di gigit gemes sama nyamuk malaria (Ujung Kulon ini gudang nya nyamuk berdarah dingin ini. Biasanya sebelum ke Ujung Kulon orang akan minum obat anti malaria dulu. Tapi saya dan suami nekat aja secara semuanya serba dadakan.), di colek lembut (boong banget..) oleh ranting2 berduri, melewati batang2 pohon besar yang tumbang menutupi jalanan, bener2 berasa ikut Amazing Race deh.
Didampingi oleh sandal merek ga jelas (Loufu) buatan Cina yang saya beli di ITC dengan harga 20rb yang udah lama banget, namun terbukti handal dalam menumpuh jalur off road seperti ini. Bahkan sandal Crocs yang dipakai suami saya dengan harga ratusan ribu itu nyaris wafat belum juga setengah perjalanan di tempuh. Ternyata ga selamanya harga menjamin mutu. Kesimpulan nya: Jangan pakai Crocs buat trekking, pakailah Crocs buat jalan2 di mall. Xixixi:p

Perjalanan nya relatif datar sebenarnya, tapi kami memilih untuk menuruni dan mendaki lereng untuk mencapai pantai karang yang ada di bawah mercu suar, terus kami pun memilih untuk mendaki 3 mercu suar itu sekaligus dari mulai mercu suar yang terbaru, yang kedua dan yang pertama banget di bangun di tahun 1808 (Di titik inilah ujung paling barat pula Jawa...) Kenapa ga? Udah sampai di Ujung Kulon sayang banget kalau ada objek yang terlewatkan. Kami pun melintasi bangunan penjara yang umurnya sudah lebih dari 1 abad, namun masih kokoh berdiri walaupun sudah tidak utuh lagi.
Sesudah puas memandangi samudera Hindia dari Tanjung Layar, kami pun kembali turun untuk menuju tujuan berikutnya, yakni padang penggembalaan yang kami lihat dari atas.
Padang ini biasa di gunakan orang2 untuk berkemah. Karena lokasinya yang sangat strategis. Dilindungi oleh tebing yang sangat tinggi di sisi kanan, dan karang2 yang tinggi dan besar dengan hempasan ombak yang pecah di batu. Beberapa batu dan karang besar dapat dipanjati, untuk mendapatkan sisi yang lebih tepat menikmati pemandangan indah ke Samudera Hindia.

Dari Tanjung Layar sebenernya saya ingin lanjut ke pantai Ciramea. Selain ingin melihat penangkaran penyu, Pantai Ciramea ini juga terkenal akan keindahan nya. Terletak diwilayah pantai selatan yang karakteristik ombaknya cukup liar, bergelora berbeda dibandingkan ombak teluk Carita yang relatif lebih tenang. Memiliki pemandangan yang sangat mencengangkan, hamparan pantai yang luas memanjang dengan tebing karang yang tinggi menjulang ke arah Gunung Payung disebelah selatan.
Namun karena keterbatasan waktu, terpaksa pantai Ciramea pun kami lewati.
Kembali ke Cibom, menyebrangi laut dengan kano yang berukuran XS itu menuju kapal kami yang masih setia menanti. Saat itu hujan sudah mulai turun, langit pun mendadak menjadi begitu gelap, ombak semakin agresif menunjukkan keindahan nya. Pemandu lokal kami mengatakan sudah badai di perairan luar sana, dengan ombak yang mulai mencapai 3m. Dengan cuaca seperti itu tidak mungkin kami berlayar ke pulau Handeleum. Karena sangat berbahaya. Lebih baik kami menghabiskan waktu di Cidaon, melihat padang savana tempat banteng dan badak.

Berhubung Cidaon memiliki dermaga sendiri, maka kami bisa merapat sampai ke dermaga.
Dengan berhujan2an kami pun kembali melakukan treking menyusuri hutan cidaon menuju padang savana. Menurut pemandu lokal kami, sebenernya saat itu bukan jam nya banteng2 badak2 itu untuk keluar tapi biasanya kalo hujan mereka suka bermain air. Dari berbagai informasi dan pengalaman teman2 yang aku dengar kebanyakan mereka kecewa karena pulang dari Cidaon dengan sia2 tidak berhasil melihat banteng/badak 1 pun (Kalau badak memang sangat sulit terlihat karena mereka jarang keluar ke padang, kalau banteng mereka punya jadwal yang cukup rutin tapi sangat sensitif dengan kehadiran orang. Dari jarak 100m, mereka bisa mengetahui kalo ada orang datang dan akan segera masuk kembali ke hutan tempat tinggal mereka). Jadi saya pun tidak berharap banyak. Berhubung saat itu waktu menunjukkan pukul 2 siang. Sementara waktu banteng2 itu keluar biasanya jam 6-8 pagi dan 4-6 sore. Ya minimal kami sudah sampai di tempat yang sangat terkenal dengan satwa-satwa langka itu.

Ternyata lagi2 Tuhan sangat bermurah hati kepada kami, karena dari kejauhan kami sudah melihat kerumunan banteng di padang savana. Kami pun memelankan langkah kami, nyaris mengendap2 untuk mencapai menara pengintaian. Beberapa banteng sudah mulai waspada dan menengok ke arah kami. Kami pun berhenti bak patung, tidak berani melangkah. Ketika mereka mulai sibuk kembali, kami cepat2 naik ke menara dan berusaha mengambil foto terbaik berhubung saat itu sedang hujan deras, jarak kami dengan banteng2 itu cukup jauh, dan kami hanya menggunakan kamera biasa di tambah lagi baterei kamera yang sudah mulai low. Hasilnya seperti yang kami kira buram. Kami pun tidak ingin melewatkan kesempatan langka itu tanpa dokumentasi, akhirnya kami turun dari menara pengintaian, mengendap2 di balik pohon berusaha mendekati banteng2 itu. Suami saya pun mengendap2 tanpa mengenakan alas kaki di antara ilalang untuk mengambil foto dari jarak yang lebih dekat lagi. Dan berhasil. Tepat setelah itu kamera kami pun mati total. :)

Foto yang penuh dengan perjuangan diambilnya, dengan resiko di seruduk banteng. :))
Sayang krn baterei udah low banget (itupun sudah dipaksa berkali2 supaya menyala.) suami saya tidak bisa men-zooming foto itu, tiap kali di zoom dan beet, kamera kami pun mati.

Kami pun kembali ke kapal dengan hati riang, menyimpan semua gambaran dan kenangan akan alam yang begitu indah di Ujung Kulon dalam hati kami masing2.
Dari Cidaon kami berlayar kembali ke pulau Peucang untuk mengembalikan kano yang dipinjamkan. Dan segera meneruskan perjalanan laut kami menuju Taman Jaya.
Sepertinya cuaca yang buruk sudah kami bayar dengan berhujan2an di Cidaon, dan Tuhan sekali lagi bermurah hati memberikan cuaca yang bersahabat dalam perjalanan kami menuju perairan lepas di Selat Sunda. Pukul 6 lewat kami pun tiba di dermaga Taman Jaya. Menumpang untuk berganti baju di penginapan Sunda Jaya sambil menikmati minuman panas suguhan pak tua sembari menanti Pak Komar yang sedang bersembahyang di Masjid.
Tak lama kami pun undur diri, mengucapkan terima kasih pada Pak Komar, pemandu lokal kami, dan pak tua yang sudah menjaga mobil kami.

Ujung Kulon, medio 2010. Pengalaman yang tak akan terlupakan.

No comments:

Related Posts with Thumbnails